Competitions
Pertandingan antara Arsenal dan West Ham pada 22 Februari mendatang diprediksi akan berlangsung sengit. Namun, bukan hanya di atas lapangan, melainkan juga di luar stadion.
Arsenal memang menjadi favorit kuat, mengingat mereka berada di peringkat kedua Liga Premier, sementara West Ham tertinggal jauh di posisi ke-16. Namun, yang menjadi perhatian utama adalah bentrokan antarsuporter, yang sebelumnya sudah terjadi ketika kedua tim bertemu pada November lalu.
Baik Arsenal maupun West Ham termasuk dalam lima besar klub dengan jumlah penangkapan dan larangan masuk stadion terbanyak. Musim lalu, ada 85 penangkapan terkait Arsenal dan 103 terkait West Ham. Ini menunjukkan bahwa "penyakit Inggris"âsebutan untuk hooliganisme sepak bolaâkembali merebak.
Pada era Margaret Thatcher, Hooliganisme dianggap sebagai ancaman besar bagi masyarakat Inggris, setara dengan aksi terorisme IRA dan pemogokan para pekerja tambang. Salah satu insiden paling tragis terjadi pada final Piala Eropa 1985, ketika 39 pendukung Juventus meninggal akibat tembok yang runtuh setelah diserang suporter Liverpool. Akibatnya, klub-klub Inggris dilarang mengikuti kompetisi Eropa selama lima tahun.
Setelah itu, kekerasan lebih sering terjadi di laga-laga domestik. Pada musim 1987-88, terdapat sekitar 6.150 penangkapan suporter di empat divisi teratas liga Inggris. Operasi kepolisian bernama "Operation Fulltime" dilakukan untuk menangkap para pemimpin kelompok hooligan.
Pemerintah Inggris pun merespons dengan menerapkan berbagai kebijakan pada 1980-an dan 1990-an, termasuk peningkatan jumlah polisi di stadion, pemasangan kamera pengawas, serta renovasi stadion agar lebih aman dengan kursi bernomor.
Selain itu, aturan melarang konsumsi alkohol dengan pandangan langsung ke lapangan mulai diberlakukan, dan harga tiket pertandingan juga dinaikkan drastis. Menurut History & Policy, harga tiket Liga Premier naik lebih dari 300% antara tahun 1989 hingga 1999.
Hasilnya, jumlah penangkapan terkait sepak bola menurun drastis. Pada musim 2000-01, angka ini turun menjadi 4.200 kasus, mencakup pertandingan liga, turnamen domestik, dan internasional. Tren penurunan ini terus berlanjut, dengan hanya 1.400 penangkapan pada musim penuh terakhir sebelum pandemi (2018-19).
Sayangnya, sejak pandemi, hooliganisme kembali meningkat. Pada musim 2021-22, tercatat 2.200 penangkapan banyak di antaranya terjadi pada final Piala Eropa di Wembley, ketika lebih dari 2.000 orang mencoba masuk tanpa tiket. Angka ini terus meningkat menjadi 2.300 pada musim berikutnya, dan hampir 2.600 pada musim 2023-24. Laporan polisi menyebutkan adanya aksi kekerasan, kejahatan berbasis kebencian, dan pelemparan benda berbahaya.
Fenomena ini bukan hanya terjadi di Inggris. Pada Mei 2024, ratusan suporter Prancis bentrok, sementara di Jerman, 79 orang termasuk 10 petugas polisi luka akibat perkelahian antarsuporter di akhir tahun lalu. Namun, Inggris memiliki data paling lengkap yang menunjukkan betapa seriusnya masalah ini.
Menurut Paul Davis, seorang sosiolog olahraga di Universitas Sunderland, hooliganisme sering dikaitkan dengan maskulinitas kelas pekerja. Dalam buku "Among the Thugs" (1990), jurnalis Bill Buford menemukan bahwa banyak pelaku hooliganisme adalah individu yang bekerja tetap, tetapi tetap menikmati kekerasan sebagai bentuk hiburan.
Faktor lain yang memperburuk situasi adalah narkoba, terutama kokain. Inggris memiliki tingkat penggunaan kokain tertinggi kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Sebuah studi pada 2021 menemukan bahwa 30% dari 1.500 suporter yang disurvei pernah melihat penggunaan kokain di stadion.
Pada November 2022, aturan baru diterapkan: suporter yang ketahuan membawa narkoba kelas A (seperti kokain, ekstasi, dan heroin) bisa dilarang masuk stadion hingga 10 tahun dan mendapatkan catatan kriminal. Namun, hal ini belum cukup menekan angka kekerasan. Pada musim 2023-24, penangkapan terkait narkoba naik hampir 60% dibandingkan musim sebelumnya.
Untuk mengatasi hal ini, polisi mulai membawa anjing pelacak ke stadion dan melakukan tes narkoba bagi tersangka. Klub juga meningkatkan kampanye kesadaran akan bahaya mengonsumsi kokain dan alkohol bersamaan, yang bisa meningkatkan risiko serangan jantung.
Regulasi bisa diperketat lagi, terutama dalam hal konsumsi alkohol. Di Prancis, misalnya, penjualan alkohol di stadion harus mendapatkan izin khusus. Beberapa penelitian juga mengungkapkan bahwa jadwal pertandingan berpengaruh terhadap perilaku suporter.
Studi pada 2021 menunjukkan bahwa pertandingan di hari kerja atau yang digelar lebih malam bisa mengurangi tingkat kekerasan, karena suporter tidak memiliki waktu lama untuk mengonsumsi alkohol sebelum pertandingan.
Namun, bagi para hooligan, kekerasan adalah sensasi tersendiri. Buford menulis bahwa bagi mereka yang belum pernah merasakan perang, bentrokan suporter memberikan sensasi serupa. âMereka membicarakannya dengan kebanggaan, seperti orang yang telah mengalami sesuatu yang orang lain tidak,â tulisnya
Tetap dukung klub favoritmu dengan cara yang sehat dan sportif! Ikuti terus update pertandingan hanya di ShotsGoal!