Competitions
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) kembali menjadi sorotan setelah menerima sanksi dari Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC). Komite Disiplin dan Etik AFC menjatuhkan denda sebesar 1.250 dolar AS atau sekitar Rp20,4 juta akibat pelanggaran prosedur otorisasi pertandingan internasional.
Pelanggaran ini terkait dengan pertandingan uji coba antara Persiraja Banda Aceh dan Penang FC dari Malaysia yang digelar pada 6 November 2024 di Stadion H. Dimurthala, Banda Aceh.
AFC menemukan bahwa PSSI terlambat mengajukan permohonan otorisasi pertandingan, hanya 11 dan 8 hari sebelum laga, padahal regulasi mengharuskan pengajuan minimal 14 hari sebelumnya. Keterlambatan ini menunjukkan adanya kelalaian administratif yang bertentangan dengan standar profesionalisme yang ditetapkan oleh AFC.
Bukan kali pertama PSSI mengalami masalah administrasi semacam ini. Dalam putusan Komite Disiplin dan Etik AFC, disebutkan bahwa ini merupakan pelanggaran kedua dalam periode pengawasan. Berdasarkan Pasal 11.11 Regulasi AFC, asosiasi tuan rumah wajib mengajukan permohonan otorisasi final ke AFC setidaknya 14 hari sebelum pertandingan.
Kelalaian ini dinilai AFC sebagai bentuk pengabaian terhadap prinsip transparansi dan kedisiplinan dalam penyelenggaraan pertandingan internasional. Selain denda finansial, AFC juga memberikan peringatan bahwa jika pelanggaran serupa kembali terjadi, PSSI bisa menghadapi sanksi yang lebih berat, seperti denda lebih besar atau bahkan larangan menggelar pertandingan internasional.
Pertandingan yang menjadi pemicu sanksi ini berakhir dengan skor imbang 1-1 antara Persiraja Banda Aceh (klub Liga 2 Indonesia) dan Penang FC (klub Liga Super Malaysia). Meskipun hanya laga persahabatan, setiap pertandingan internasional tetap harus mematuhi regulasi AFC untuk menjamin standar profesionalitas dan keamanan pertandingan.
Sebagai federasi sepak bola nasional, PSSI seharusnya bertanggung jawab memastikan semua prosedur administratif dipenuhi dengan baik dan tepat waktu. Namun, keterlambatan dalam pengajuan otorisasi menunjukkan lemahnya sistem administrasi yang berisiko merugikan kredibilitas Indonesia di kancah sepak bola Asia.
Denda sebesar Rp20,4 juta yang dijatuhkan AFC harus dibayarkan oleh PSSI dalam waktu 30 hari sejak keputusan diumumkan pada 14 Januari 2025. Meski nominalnya terbilang kecil bagi federasi sebesar PSSI, sanksi ini menjadi tamparan keras bagi organisasi yang sedang berusaha membangun kembali reputasinya pasca-tragedi Kanjuruhan dan pergantian kepemimpinan.
Dalam 12 tahun terakhir, PSSI telah mengalami tujuh kali pergantian ketua umum, termasuk masa jabatan pelaksana tugas. Pergantian kepemimpinan yang terlalu sering ini diduga menjadi salah satu faktor lemahnya pengawasan terhadap regulasi. Jika tidak ada perbaikan sistemik, pelanggaran administrasi semacam ini bisa terus terjadi dan menghambat perkembangan sepak bola nasional.
Sanksi ini seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi PSSI untuk memperbaiki sistem administrasi dan koordinasi dengan klub serta otoritas sepak bola internasional. Sepak bola modern tidak hanya menuntut prestasi di lapangan, tetapi juga manajemen yang profesional dan disiplin dalam menjalankan regulasi.
Kedisiplinan dalam mematuhi aturan sangat penting, terutama mengingat Timnas Indonesia akan menghadapi laga penting dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026 melawan Bahrain dan Australia pada Maret 2025. Jika PSSI tidak segera membenahi tata kelola administrasinya, bukan tidak mungkin masalah serupa akan kembali terjadi dan berdampak pada persiapan tim nasional.
Di bawah kepemimpinan Erick Thohir, PSSI diharapkan dapat melakukan reformasi menyeluruh, baik di level kompetisi domestik maupun dalam hubungan dengan badan sepak bola internasional. Reformasi ini perlu mencakup peningkatan profesionalisme dalam pengelolaan administrasi, komunikasi yang lebih baik dengan AFC dan FIFA, serta sistem pengawasan internal yang lebih ketat untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi.
Jika Indonesia ingin diakui sebagai negara dengan sepak bola yang profesional, PSSI harus berhenti mengulang kesalahan yang sama. Kejadian ini menjadi pengingat bahwa membangun sepak bola tidak hanya soal membentuk tim yang kompetitif, tetapi juga memastikan tata kelola organisasi berjalan dengan baik.
Sanksi dari AFC ini menunjukkan bahwa sepak bola Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah besar dalam aspek administrasi dan kepatuhan terhadap regulasi internasional. Jika PSSI tidak segera melakukan perubahan mendasar, bukan tidak mungkin sanksi yang lebih berat akan dijatuhkan di masa mendatang.
Selain itu, kelalaian ini juga dapat menghambat ambisi Indonesia untuk menjadi tuan rumah ajang sepak bola internasional di masa depan. Kini, saatnya bagi PSSI untuk membuktikan bahwa mereka bisa belajar dari kesalahan dan memperbaiki sistemnya. Ikuti terus informasi sepak bola terbaru hanya di ShotsGoal!